“KEBIJAKAN PENCEGAHAN STUNTING MELALUI FASILITAS TEMPAT PENITIPAN ANAK DI LINGKUNGAN INSTITUSI KEMENTERIAN KESEHATAN“
Suhartono Nyoko
PNS Setditjen P2P Kemenkes
Latar belakang: Anak mendapatkan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan melalui berbagai aktivitas yang tepat. Fasilitas tempat penitipan anak di Tempat Kerja dapat menjadi sarana untuk mencegah stunting bagi anak-anak karyawan terutama keluarga muda yang berdomisili jauh dari tempat kerja.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai pengelolaan TPA di lingkungan Kementerian Kesehatan, termasuk tantangan dan upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan tersebut.
Metode: Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif untuk mempelajari TPA di Indonesia, dengan fokus pada pencegahan stunting melalui fasilitas TPA, kompetensi sumber daya manusia, dan pemahaman anak. Ini menggunakan 29 sumber informasi, analisis konten, dan triangulasi data.
Hasil: Pertama, penting meningkatkan komunikasi dan keterlibatan orang tua dalam pengasuhan anak di tempat penitipan anak. Kedua, SDM yang kompeten diperlukan untuk layanan berkualitas dan memenuhi harapan orang tua. Ketiga, diperlukan upaya untuk menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan suportif bagi perkembangan anak yang optimal.
Rekomendasi: Diperlukan dukungan kebijakan Kementerian Kesehatan agar TPA nya menjadi model TPA di Tempat Kerja yang ideal untuk pengasuhan anak selagi ibu bekerja. Termasuk dalam kebijakan tersebut adalah memperhatikan kebutuhan stimulasi tumbuh kembang anak usia 0-23 bulan, memfasilitasi orang tua untuk bisa mengunjungi anak di sela waktu kerja untuk menyusui, serta mendukung operasional pengelolaan dan pelatihan bagi pengasuh.
Kata kunci: Tempat penitipan anak, pencegahan stunting, anak usia 0-23 bulan, ibu bekerja, standar operasional
Background: Children receive growth and development stimulation through various appropriate activities. Childcare facilities at the workplace can serve as a means to prevent stunting in employee children, especially young families who live far from their workplace.
Aims: This research aims to provide an overview of the management of Early Childhood Education (ECE) centers within the Ministry of Health, including the challenges and efforts needed to enhance the quality of services.
Methodology: The research, conducted in September 2023, examined the implementation of stunting prevention efforts in Early Childhood Education centers within the Indonesian Ministry, involving 29 participants, and used a qualitative approach, focusing on human resource competencies and parental understanding.
Result: Firstly, it is crucial to enhance communication and parental involvement in child care at childcare facilities. Secondly, competent human resources are essential for providing quality services and meeting parental expectations. Thirdly, efforts are needed to create a safe, comfortable, and supportive environment for optimal child development
Recommendation: Support from the Ministry of Health is essential to transform childcare facilities (TPAs) into ideal workplace models for nurturing children while mothers are at work. This policy should encompass attention to the developmental needs of children aged 0-23 months, facilitating parental visits during work hours for breastfeeding, and providing operational support and training for caregivers.
Keywords: childcare, stunting prevention, working mothers, regulations, standards
Pendahuluan
Stunting adalah masalah gizi kronis yang menyebabkan anak gagal tumbuh sesuai dengan usianya. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik anak, tetapi juga pada perkembangan kognitif dan kesehatannya di masa depan. Di Indonesia, stunting masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius. Upaya pencegahan stunting memerlukan intervensi yang komprehensif, termasuk melalui fasilitas tempat penitipan anak yang dikelola dengan baik. Penelitian ini mengkaji kebijakan pencegahan stunting melalui pengelolaan fasilitas tempat penitipan anak di lingkungan institusi Kementerian Kesehatan.
Latar Belakang
Tempat penitipan anak (TPA) dapat memainkan peran penting dalam pencegahan stunting dengan menyediakan asupan gizi yang seimbang dan stimulasi perkembangan yang memadai. Di TPA yang berkualitas, anak-anak tidak hanya menerima makanan yang bergizi, tetapi juga mendapatkan stimulasi perkembangan yang sesuai melalui berbagai aktivitas edukatif dan rekreatif. Lingkungan TPA yang mendukung dapat membantu memperbaiki status gizi dan perkembangan anak, serta mencegah terjadinya stunting.
Peran Tempat Penitipan Anak (TPA) dalam Pencegahan Stunting
Dalam upaya pencegahan stunting, peran tempat penitipan anak (TPA) tidak dapat diabaikan. TPA memiliki potensi besar untuk menyediakan asupan gizi yang seimbang dan stimulasi perkembangan yang optimal bagi anak-anak. Melalui penyediaan makanan bergizi dan aktivitas edukatif yang sesuai, TPA berkualitas mampu memberikan dampak positif terhadap status gizi dan perkembangan anak. Anak-anak yang berada di lingkungan TPA yang mendukung cenderung memiliki akses terhadap makanan bergizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan mereka. Selain itu, melalui rangkaian aktivitas edukatif dan rekreatif yang diselenggarakan di TPA, anak-anak juga dapat memperoleh stimulasi perkembangan yang penting bagi kognisi dan kemampuan motorik mereka. Dengan memperhatikan perlunya asupan gizi yang cukup dan stimulasi perkembangan yang adekuat, lingkungan TPA yang kondusif dapat berperan signifikan dalam mencegah terjadinya stunting pada anak-anak. Dalam konteks ini, penting bagi TPA untuk menjaga standar kualitas layanan agar dapat memberikan manfaat maksimal bagi perkembangan anak-anak yang dititipkan di sana. Dengan demikian, TPA memiliki peran penting dalam upaya pencegahan stunting melalui penyediaan makanan bergizi dan stimulasi perkembangan yang berkelanjutan bagi anak-anak. Diperlukan kerjasama antara berbagai pihak untuk terus meningkatkan kualitas layanan TPA guna mendukung pertumbuhan dan perkembangan optimal anak-anak di masa depan.
Tinjauan Singkat
Penelitian ini berfokus pada analisis pengelolaan TPA di lingkungan Kementerian Kesehatan. Aspek yang dikaji meliputi kebijakan pengasuhan anak, standar operasional prosedur (SOP), kompetensi sumber daya manusia (SDM), serta komunikasi antara pengasuh dan orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran komprehensif mengenai kondisi pengelolaan TPA dan mengidentifikasi upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas layanan TPA sebagai sarana pencegahan stunting.
Tujuan
- Memberikan gambaran komprehensif mengenai kondisi pengelolaan TPA di lingkungan Kementerian Kesehatan.
- Mengidentifikasi tantangan dan upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas layanan TPA.
- Memberikan informasi yang berharga bagi pengembangan kebijakan dan praktik terbaik dalam pengelolaan TPA di Indonesia.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, kami menerapkan desain penelitian studi kasus kualitatif untuk memperoleh wawasan mendalam tentang berbagai aspek terkait Tempat Penitipan Anak (TPA). Populasi yang terlibat dalam penelitian ini adalah 29 informan, yang mencakup pengambil kebijakan, pelaksana TPA, dan orang tua yang menggunakan layanan TPA. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan melalui wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah (FGD), dan pengamatan lapangan di lokasi TPA. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara mendalam dengan para informan, FGD untuk memfasilitasi interaksi antar informan, dan pengamatan langsung di lokasi TPA untuk memahami konteks secara lebih baik. Prosedur analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui analisis konten, dengan menggunakan triangulasi sumber dan metode untuk memastikan validitas data yang diperoleh. Pendekatan triangulasi ini memungkinkan kami untuk menggabungkan data dari berbagai sumber dan metode, sehingga memperkuat keabsahan temuan yang dihasilkan. Dengan pendekatan ilmiah dan metodologi yang cermat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berharga dalam pemahaman tentang pelayanan TPA serta memberikan rekomendasi yang relevan untuk meningkatkan kualitas layanan yang disediakan.
Hasil penelitian
Dari penelitian ini mengungkapkan beberapa temuan utama yang menjadi fokus analisis. Pertama, disoroti kurangnya komunikasi yang terjadi antara pengasuh Taman Penitipan Anak (TPA) dengan orang tua mengenai asupan gizi dan perkembangan anak-anak. Ketiadaan dialog yang optimal dalam hal ini dapat berdampak negatif pada pemahaman dan implementasi praktik gizi yang sehat bagi anak-anak.
Kedua, perhatian khusus diberikan pada kebutuhan akan peningkatan kompetensi pengasuh dan staf TPA dalam hal gizi serta stimulasi perkembangan anak. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan pelatihan dan pemahaman mengenai pentingnya aspek-aspek ini sangat diperlukan guna mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak secara holistik. Temuan ketiga menyoroti tantangan yang dihadapi dalam penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang terstandarisasi untuk memastikan kualitas layanan TPA. Ketersediaan SOP yang jelas dan terukur sangat penting untuk menyelaraskan praktek-praktek dalam TPA sehingga memberikan pelayanan yang bermutu bagi anak-anak. Terakhir, hasil penelitian menegaskan perlunya integrasi antara sistem TPA dengan program pencegahan stunting yang telah ada di Kementerian Kesehatan. Dengan mengintegrasikan program-program ini, diharapkan akan tercipta sinergi yang lebih efektif dalam menjaga kesehatan dan pertumbuhan optimal anak-anak yang menjadi peserta TPA. Dalam kesimpulan, temuan-temuan tersebut membuktikan bahwa terdapat beberapa aspek yang perlu diprioritaskan dalam meningkatkan kualitas layanan TPA, baik dari segi komunikasi, kompetensi SDM, penerapan SOP, maupun integrasi program-program kesehatan yang telah ada. Diharapkan temuan ini dapat menjadi landasan untuk perbaikan sistem dan kebijakan yang berkelanjutan di bidang pendidikan anak usia dini.
Pembahasan
Pembahasan Dalam konteks pengasuhan anak di tempat penitipan anak, temuan yang telah disampaikan menegaskan bahwa komunikasi yang efektif antara pengasuh dan orang tua memiliki peranan yang sangat vital. Hal ini mengindikasikan bahwa kerjasama yang baik antara kedua belah pihak merupakan aspek krusial dalam mendukung perkembangan optimal anak di lingkungan penitipan. Selain itu, tingkat kompetensi sumber daya manusia yang tinggi di tempat penitipan anak menjadi prasyarat utama dalam memberikan layanan yang berkualitas kepada anak-anak. Dengan memastikan para pengasuh memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai, maka akan tercipta lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak secara menyeluruh. Penerapan standar operasional yang terstandarisasi juga memegang peranan penting dalam menjaga kualitas layanan yang diberikan. Dengan adanya pedoman yang jelas dan terukur, proses pengasuhan anak dapat dilakukan secara konsisten dan profesional. Selain itu, integrasi sistem yang baik juga perlu diperhatikan guna memastikan seluruh proses penyelenggaraan penitipan anak berjalan secara sinergis dan efisien. Terakhir, upaya pencegahan stunting dalam konteks pengasuhan anak di tempat penitipan anak tidak dapat dipisahkan dari semua elemen yang telah disebutkan sebelumnya. Hanya melalui kolaborasi yang erat antara pengasuh, orang tua, dan pemangku kepentingan terkait, dapat terwujud perhatian yang maksimal terhadap pertumbuhan serta perkembangan anak secara menyeluruh. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komunikasi efektif, kompetensi sumber daya manusia yang tinggi, penerapan standar operasional yang terstandarisasi, dan integrasi sistem yang baik merupakan kunci utama dalam mendukung upaya pencegahan stunting dalam pengasuhan anak di tempat penitipan anak. Semua pihak perlu bekerjasama secara sinergis guna menciptakan lingkungan yang optimal bagi tumbuh kembang anak-anak di masa depan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi yang efektif antara pengasuh dan orang tua sangat penting dalam pengelolaan TPA. Kompetensi pengasuh dalam hal gizi dan stimulasi perkembangan anak juga perlu ditingkatkan melalui pelatihan yang sistematis. Penerapan SOP yang terstandarisasi dapat membantu memastikan bahwa layanan yang diberikan oleh TPA sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Integrasi antara TPA dan program pencegahan stunting yang sudah ada dapat meningkatkan efektivitas upaya pencegahan stunting.
Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa peningkatan kualitas dan aksesibilitas layanan TPA dapat berperan signifikan dalam pencegahan stunting. Hal ini memerlukan kebijakan yang mendukung peningkatan kompetensi SDM, komunikasi yang efektif antara pengasuh dan orang tua, serta penerapan SOP yang terstandarisasi.
Saran dan Rekomendasi
- Kebijakan Pengasuhan Anak: Mengembangkan kebijakan yang mendukung pengasuhan anak usia 0-23 bulan bagi ibu bekerja di lingkungan Kementerian Kesehatan.
- Peningkatan Kompetensi: Menyelenggarakan pelatihan dan pengembangan keterampilan bagi SDM di TPA, khususnya dalam hal gizi dan stimulasi perkembangan anak.
- Komunikasi Efektif : Meningkatkan komunikasi dan keterlibatan orang tua dalam pengasuhan anak di TPA melalui program edukasi dan sosialisasi.
- Standar Operasional : Menyusun dan menerapkan SOP yang terstandarisasi untuk TPA guna memastikan kualitas layanan yang konsisten dan sesuai standar.
- Integrasi Sistem : Mengintegrasikan sistem TPA dengan program pencegahan stunting yang sudah berjalan untuk meningkatkan koordinasi dan efektivitas intervensi.
- Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan kebijakan dan praktik terbaik dalam pengelolaan TPA di Indonesia, serta mendukung upaya pencegahan stunting pada anak-anak.
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo, 2008. Dasar-dasar kebijakan Publik,cet.ke-2 alfabeta,Bandung.
Ayuningtyas , Dumilah. (2014). Kebijakan Kesehatan: Prinsip dan Praktik. Jakarta: PT Raja Grafindo Pe tempat penitipan anakada
Azkha N. 2013. Studi Efektifitas i Kota tentang Kebijakan () Dalam Upaya Menurunkan ibu bekerja Aktif di Suma ra Barat Tahun 2013. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol 02, No. 4 – Desember 2013.http://www.depkes.go.id/resources/download/promosikesehatan/pedoman-.pdf ( diakses pada tanggal 15 Januari 2017) http://dinkes.inhukab.go.id/?p=4150 (diakses pada tanggal 2 Desember 2017)
Belsky, J., Vandell, D. L., Burchinal, M., Clarke-Stewart, K. A., McCartney, K., Owen, M. T., & NICHD Early Child Care Research Network. (2007). Are there long-term effects of early child care? Child Development, 78(2), 681-701.
Dunn, WN.1998. Analisa Kebijaksanaan Publik. Yogyakarta : PT. Haini ndita.
Dunn, William.2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Penerjemah Samodra Wibawa,D tempat penitipan anak, MA, Diah Asitadaini , Dra, MA, Agus H,D tempat penitipan anak, MS, ErwanAp, D tempat penitipan anak, MS. Edisi Kedua. Cetakan Kelima. Gajah Mada Uini ve tempat penitipan anakity Press. Yogyakarta.
Hanifah. (2002). implementasi Kebijakan dan Politik. Bandung:PT. Mutiara Number Widya.
https://healthpolicys2ugm.wordpress.com/cagory/policycycle/page/3/ (diakses pada tanggal 15 Januari 2017)
http://ictoh-tcscindonesia.com/wp-con nt/uploads/2017/05/Pimpinan Kantor-PPTM-Kebijakan-.pdf (diakses pada tanggal 12 Desember 2017).
Howes, C. (1997). Children’s experiences in center-based child care as a function of teacher background and adult: child ratio. Merrill-Palmer Quarterly, 43(3), 404-425.
Ingan AF. (2016). implementasi Peraturan Gubernur Nomer 1 Tahun 2013 tentangg Kebijakan (Studi Kasus Di tempat penitipan anak Umum Daerah Abdu Wahab Sjahraini e Kota Samarinda). e-Journal Ilmu Pemerintahan, 4 (1) 2016 : 500-514.
KA(2017) Standar Nasional Akreditasi tempat penitipan anak, ed-1: jakarta Kean Kesehatan RI (2011). Pedoman Pengembangan Kebijakan Jakarta, Indonesia: Kesehatan RI.
Keputusan Kesehatan Nomor: 131/MENKES/SK/II/2004 Tahun 2004 tentangg sistem Kesehatan Nasional.
http://kompak.co/kawasan-tanpa-/i(diakses pada tanggal 2 Desember 2017)
Mulyono 2009, Model implementasi Kebijakan George Edward III. Diambil19 Maret 2017, dari situs http://mulyono. staff.uns.ac.id /2009/05/28/model-implementasi-kebijakan-george-edward-iii/
Peraturan Bersama Kesehatan dan Kesehatan Nomor 34 Tahun 2005 dan Nomor 1138/Menkes/PB/VIII 2005 tentangg Penyelenggaraan Kabupaten / Kota Sehat.
Peraturan Bersama Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB1/2011 dan Nomor 7 Tahun 2011 tentangg Pedoman Pelaksanaan Kebijakan .
Peraturan Daerah Kantor Pusat KesehatanNomor 6 Tahun 2014 tentangg Kebijakan .
Peraturan Gubernur Kalimatentang Timur nomer 1 tahun 2013 tentang Kebijakan .
Phillips, D. A., & McCartney, K. (2006). Child-care quality and children’s social development. Psychological Science, 17(6), 586-591.
Suba tempat penitipan anakono, A.G(2005). Analisis kebijakan publik: konsep, teori dan aplikasi. Yogyakara : Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2012.Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Penerbit Alfabeta.Bandung.
Suharno. 2009. Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Publik. Yogyakarta:
UNY Press.
Solicha RA. 2012. Tingkat Pengetahuan dan Sikap Pengunjung di Lingkungan tempat penitipan anakUP Dr. Kariadi tentangg Kebijakan “Studi Kasus di tempat penitipan anakUP Dr.Kariadi”. (Karya Tulis Ilmiah). Semarang: Pascasarjana Uini ve tempat penitipan anakitas Diponegoro.
Trost, S. G., Fees, B., & Dzewaltowski, D. (2008). Feasibility and efficacy of a “move and learn” physical activity curriculum in preschool children. Journal of Physical Activity and Health, 5(1), 88-103.
Wahab SA. 2008. Analisis Kebijakan : Dari Formulasi ke implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara.
Widodo, Joko. (2013). Analisis Kebijakan Publik : Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik. Malang : Bayumedia.
Winarno, Budi. (2013). ori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo.